A Colourful Journey at Semeru Mountain

by - 23.49


Pagi itu, Matahari pagi mulai menyapa kami yang masih pengen leyeh-leyehan di dalam tenda. Udara dingin di Ranu Kumbolo membuat kami malas untuk bergerak. Rasanya pengen terus berada di dalam sleeping bag. Aas yang sudah siap lebih dahulu, menyapa dan menanyakan kabar kami. Cerita semalam pun kami ulang lagi untuk mereka (Aas, Aldi dan Lea).


Aldi yang baru tahu kondisi kaki Pea langsung berubah jadi Kang Urut pro heheh. Kekhawatiran kalau Pea nggak bakal melanjutkan perjalanan ini pun sirna karenanya. Aldi ini bener-bener multitalent sekali, jadi kang masak jago, kang foto lebih jago lagi, ehh jadi kang urut pun doi jago “mantullll”. Untung aja waktu itu kami ngajak Aldi buat ikutan ke Semeru, kalau nggak ada doi, nggak tau deh gimana jadiny perjalanan kami ini. Pokoknya Aldiii is The Best lahh..

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kalimati (tempat kami nginap selanjutnya, sebelum muncak). Kami pun mulai siap-siap. Sarapan plus makan siang kami waktu itu sungguh ala kadarnya, nasi yang nggak matang menyeluruh dan sosis. Jangan ditanya kenapa, yang masak aja bingung hahah. Segala urusan masak-masak kami serahkan ke mak Aldi dan eonni Oshyn. Saya??? Tugas saya cuman membantu semampunya plus cuci piring hahaha. Melihat kondisi brunch kami yang mungkin agak ngenes menurut orang-orang yang liat secara langsung, membuat tetangga kami prihatin dan menawarkan sisa makanannya yang masih ada. Nggak sampai 5 menit semuanya ludess dan bersih, begitu pun dengan nasi mentah kami hhehhe. Aldi pun bertekad untuk membuat masakannya jadi lebih baik lagi.

Kami pun melanjutkan perjalanan kami. Sebelum sampai di Kalimati, ada beberapa titik yang harus kami lewati, yang pertama adalah Tanjakan Cinta. Yang menurut orang-orang atau berdasarkan buku 5 cm yang saya baca, konon katanya kalau kita melewati tanjakan cinta ini, tanpa berbalik ke belakang dan sambil memikirkan orang yang kita sukai, katanya apa yang kita harapkan bakal terwujudkan. Percaya atau tidak semuanya ada di tangan anda hehe. Saya?? Tentu saja saya tidak percaya, tapi waktu itu saya melewati Tanjakan Cinta sambil memikirkan seseorang yang tidak mungkin saya miliki. Siapa dia? Dia adalah Oppa, Oppa gangnam style hahahahahahhahahaha.
setelah melewati tanjakan cinta

Setelah melewati Tanjakan Cinta, yang kalau diliat dari bawah seperti “mmmm B aja” dannn pas dilalui *fiuhhhhhhh mayan yahhh. Lumayan sangat menguras tenaga ek yang pemula ini hehe. Mungkin ini yang jadi penyebab “takhayul-takhayul” tersebut muncul, biar jadi penyemangat pas nanjak di Tanjakan Cinta. Setelah berhasil menaklukkan Tanjakan Cinta, kami pun disuguhkan dengan pemandangan Padang padang rumput yang sangat indah, tempat ini dinamakan Oro-oro Ombo. Kami cukup beruntung waktu itu, bunga Lavender lagi pada mekar dengan indahnya.



Selanjutnya, kami memasuki hutan cemara yang dinamakan Cemoro Kandang. Setelah melewati Cemoro Kandang, kami pun tiba di Jambangan dengan ketinggian kurang lebih 2600 mdpl. Di jambangan ini tempat biasa edelweis tumbuh, sayangny waktu itu kami kurang beruntung, belum bisa melihat bunga edelweis. Dari sini masih ada sekitar 2 km lagi untuk sampai di Kalimati, tempat kami akan beristirahat sebelum muncak di Mahameru. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan sepasang Pendaki yang membawa anak-anaknya yang masih berusia sekitar 8-9 tahun dan yang satunya balita. Saya yang tadinya sudah mulai lelah, langsung on fire lagi pas liat bocah-bocah yang masih segar bugar itu. “masa na kalahko ini ana-ana taya” pikirku waktu itu.

Setelah berbincang dan berpamitan dengan keluarga tersebut kami pun mulai mempercepat langkah kami, mengingat Matahari sudah ingin berpamitan dan Kalimati pun belum terlihat letaknya.
Waktu itu kami tiba di Kalimati kira-kira pukul 7 atau 8 malam. Dari kejauhan sudah terlihat kerlap kerlip headlamp para pendaki yang sudah mulai mendaki ke Mahameru.

Mas Dik: mbak liat di sana (sambil menunjuk ke arah puncak Mahameru). Itu cahaya lampu yang sudah mulai muncak terlebih dahulu, sepertinya besok bakal lebih ramai lagi. Kita harus istirahat lebih awal mbak biar besok bisa mulai muncak jam 12 malam nanti. blablablabla

Saya cuman bisa menganggukkan kepala dari semua yang Mas Dik katakan, berusaha agar terlihat fokus dengan apa yang dia ucapakan, walau sebenarnya mata saya lebih fokus menatap cahaya lampu-lampu yang dari kejauhan terlihat seperti cahaya bintang yang berjejer ngantri untuk sampai di tujuan mereka.

Setelah makan malam, bersih-bersih, kami pun langsung istirahat. Perasaan saya waktu itu campur aduk, antara nggak sabar pengen cepat-cepat muncak dan takut. “bisa ngga yah? Bakal aman-aman saja kan?? blablablabla” pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai memenuhi kepala saya dan berusaha saya tepis dengan mengingat kembali tujuan utama kami Semeru dan segala usaha dan perjuangan yang sudah kami lalui untuk bisa sampai ke sini. Ada satu hal yang saya ingat dan menjadi penguat saya malam itu bahwa “apa yang kamu pikirkan, itu yang akan Allah berikan. Jadi cobalah untuk selalu berprasangka baik dengan Allah”. Saya pun mengganti kalimat negatif tersebut dengan kalimat positif. “pasti bisa lah taya, mahameru tinggal dikit lagi bisa kamu gapai, salto 5 kali sudah sampai kok (heheh) dan Insya Allah semuany bakal aman”. Kalimat-kalimat ini terus terulang sampai saya berhasil terlelap malam itu.

Pukul 12.30, Mas Dik pun membangunkan kami, telat setengah jam dari yang dijadwalkan. Saya, Aas, Lea, ,Oshyn, dan mbak Asma  pun mulai bersiap-siap. Waktu itu semua tas kami simpan ditenda, cuman mas dik dan temannya saja yang membawa ransel kecil untuk kebutuhan kami selama perjalanan ke Mahameru. Aldi memutuskan untuk tidak ikut muncak dan tinggal di tenda menjaga Pea yang masih cedera waktu itu. Sebelum berangkat, kami berdoa bersama dan mulai melangkahkan kami menuju Mahameru.

Suara angin semriwing dan jangkrik jadi ost perjalanan kami waktu itu. Kami pun  jadi lebih diam dan fokus saat memasuki wilayah Arcopodo, sesekali berbalik ke belakang untuk menanyakan kondisi yang ada ada di bekalang kami. Medan perjalanan kala itu lebih sulit dari perjalanan-perjalanan kami sebelumnya. Lebih menanjak, curam, berdebu, dan kondisinya tanah tidak stabil dan mudah longsor, jadi kami harus ekstra hati-hati, salah jalan sudah bhay, bisa-bisa jatuh ke jurang, dan hal ini hampir dialami oleh oshyn yang hampir jatuh ke jurang karena terpleset, untuknya dengan singap kami langsung menahannya. Dengan cahaya seadanya saya langsung menyenter ke arah tempat oshyn jatuh, dan syok ternyata dekat situ ada lubang yang langsung ke jurang *fiuhh.

Dari kejauhan jejeran cahaya lampu itu semakin ramai, rumor yang mengatakan bahwa lagi ada kemacetan lalu lintas di Mahameru pun sudah sampai di telinga kami. Setiap pendaki yang melewati kami pasti selalu berkata “di atas macet mbak, nggak bisa gerak”. Pendaki-pendaki tersebut adalah beberapa dari banyak pendaki yang menyerah untuk sampai ke Mahameru. Mereka menyerah karena jika tidak bergerak udara dingin jadi lebih terasa dingin. Hipotermia menjadi ancaman yang menakutkan dan mereka pun memutuskan untuk balik ke tenda mereka.

Kami tetap melanjutkan perjalanan, walau sebenarnya kami sudah mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan ini. Di tengah perjalanan, terlihat kumpulan porter yang sedang menghangatkan diri di api unggun yang mereka buat. Mas Dik pun memutuskan untuk istirahat sejenak dan berujung pada gagalnya kami untuk sampai ke Puncak Mahameru.

Sambil menghangatkan diri, Mas Dik mulai bertanya dengan porter-porter tersebut tentang kondisi di bukit pasir menuju Mahameru. Para porter itu menyarankan kami untuk tidak melanjutkan perjalanan kami karena macet yang konon katanya baru terjadi di Gunung Semeru. Semua karena banyaknya pendaki yang berkunjung ke Semeru waktu itu setelah berbulan-bulan ditutup.

Kami pun, saling bertatapan dan sudah bisa membaca apa yang ada di pikiran kami masing-masing, yaitu tidak melanjutkan perjalanan ini. Keinginan untuk bisa sampai ke puncak Mahameru pupus sudah. Sedih, itu sudah pasti, sudah jauh-jauh datang tapi nggak bisa sampai ke Mahameru rasanya….. “ahhh sudah lah belum rejeky" (berusaha untuk mehibur diri).

Mencoba untuk tidak membiarkan perasaan sedih itu menghancurkan perjalanan kami. Saat Matahari sudah mulai muncul, kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sampai ke batas wilayah vegetasi dan bukit pasir untuk bisa lebih dekat lagi dari puncak Mahameru. Jika tidak bisa sampai ke puncak setidaknya bisa melihat lebih dekat lagi puncak yang tidak bisa kami gapai itu. kami (saya, Aas, Lea, Oshyn dan mba Asma) pun memutuskan melanjutkan perjalanan kami tanpa di temani mas Dik yang lagi tertidur lelap. Teman mas Dik pun ikut dengan kami, saat kami singgah untuk beristirahat mas B ijin untuk berangkat lebih dulu.

Mas B: mbak aku diluan yah, kali aja masih keburu. Bisa sampai.

Saya: iya mas diluan aja, nggak papa, nggak usah ikutin kami.

Di perjalanan ini lah, kami bertemu dan kenalan dengan 2 porter remaja, Uul dan Samsul. Melihat mereka dengan lincahnya bisa bolah balik di sekitaran arcopodo membuat kami iri.

Aas: eh kalian yang tadi kan yang ada di api unggun? Kalian sudah sampai puncak yah?

Uul: sudah mbak 2 kali

Saya: seriusan?? Masa sih..

Samsul: iya mbak dekat kok.. (sambil memasang senyum malu-malunya) diluan yah mbak.

Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka sambil kejar-kejaran satu sama lain
“Wadduh nih bocah keknya belajar jalan di gunung deh hahah” pikirku.

Untungnya kami masih bisa menikmati pemadangan negeri di atas awan dari pinggir tebing Arcopodo. Yang mungkin akan lebih cantik lagi jika di lihat dari puncak *fiuhhh.
Setelah sampai di batas wilayah vegetasi. Sambil menatap puncak yang sudaahh jauh lebih dekat di mata, sayapun bergumam dalam hati “kami ngutang dulu yahh nanti kalau ada rejeky, Insya Allah bisa ketemu kamu lagi”. Dan saya yakin, Aas, Lea dan Oshyn pun pasti memiliki percakapan dalam hati yang sama dengan saya waktu itu hehehe.
di antara batas vegetasi dan bukit pasir

Setelah menikmati pemandangan di sekitar, kami pun balik ke tenda.

Ost kami waktu itu adalah lagu India. Di sepanjang jalan Arcopodo, kami bertingkah seolah-olah lagi syuting MV India sambil menyanyikan ost Kuch-Kuch Hotahai dan beberapa film India lawas. Cuman bermodalkan pohon-pohon yang ada dengan pedenya kami berjoget dan bernyanyi dengan suara sumbang hahahhaha. Beberapa rombongan pendaki yang melewati kami pasti berkata “wahh mbak mbak ini semangat skali yahh (sambil menertawakan tingkah kami yang mungkin sedikt seperti orang gila hahahah). Nyanyi-nyayi nggak jelas tersebut menjadi salah satu cara untuk menghibur diri kami waktu itu hahahahhaha.

Bersambung

xoxo
tayatumada

You May Also Like

0 komentar