facebook twitter instagram

Udin's Angel

by: tayatumada

“Bukan tentang sampai ke puncaknya tapi tentang menaklukkan diri sendiri” 
_idntimes.com_

Kutipan diatas seperti menggambarkan diri kami waktu itu, walaupun tidak bisa sampai ke puncak, bisa mendaki gunung saja sudah merupakan halnya yang “waow” untuk kami yang awam soal “pergunungan” hehe. Bisa menaklukkan diri sendiri untuk tidak meyerah dengan keadaan yang dihadapi membuatku ingin mengapresiasi diriku waktu itu (good job taya hehe).

So let me continue the story ^-^


Baca juga : Perjalanan Penuh Warna di Semeru

Setelah makan siang dan beristirahat di Kalimati, kami pun bersiap-siap untuk balik ke Ranu Kumbolo dan menghabiskan malam terakhir kami di sana. Dengan melalui jalan yang sama yang dilalui saat ke Kalimati, perjalanan lebih terasa ringan waktu itu, mungkin karena carrier kami yang sudah semakin ringan haha, cuman sampah-sampah saja yang makin banyak dari sebelumnya. Di sepanjang jalan kami selalu melakukan apa yang pernah dilakukan oleh pendaki-pendaki sebelum kami, yang akan balik, yaitu memberi semangat para pendaki yang berpapasan dengan kami. “Semangat mbakk/mas dikit lagi nyampe” dengan senyum hangat dan perasaan bahagia. Mungkin seperti itu perasaan para pendaki yang memberikan semangat kepada kami waktu itu.

kalau diperhatiin hampir tiap foto pasti ada gula-gula milkita di tangan atau pun di bibir kami hahahha

Tiba di Ranu Kumbolo, kami dipertemukan kembali dengan Sul dan Samsul

Saya: Uul, Samsul sini yukk foto bareng.

Samsul: janga mbak, aku bau, belum mandi 3 hari

Saya: sama, kami juga bau, dan belum mandi 3 hari, sudah sini, ngga usah malu.

(Setelah berfoto bersama merekan pun pamit untuk melanjutkan pekerjaan mereka.)

Oshyn: nanti kalian nyari tenda kami yah sekitar sini, kita cerita-cerita lagi.

Samsul: iya mbak (pasang senyum malu-malu)
bareng uul dan samsul
Kami pun mulai mencari Mas Dik yang sudah tiba lebih dahulu dari kami, seperti yang sudah kami duga Mas Dik mengambil tempat yang jauh dari keramaian para pendaki yang lain, seperti saat malam pertama kami nginap. Karena ini adalah malam terakhir di Ranu Kumbolo, kami memutuskan berpisah dengan Mas Dik untuk mencari tempat yang ramai dan mencoba untuk berbaur dengan pendaki-pendaki yang lain dan menikmati malam terakhir itu.

Saat mencari lokasi tenda yang pas, di sini lah takdir mempertemukan kami dengan “The Crots genk” begitu kami menyebutnya (soalny salah satu diantara mereka sering banget ngomong “croots” hahah makanya kami nyebutnya the crots hahaha). Mereka adalah pendaki-pendaki lokal yang tinggal di daerah Malang dan sekitarnya. Mendaki gunung Semeru buat mereka seperti jalan-jalan ke Mall saat weekend. Bahkan salah satu diantara mereka ada yang baru tiba malam itu hanya untuk membawakan teman-temannya kayu bakar, WAOW hahahah.

Mas A: nyari tempat mbak? Sudah disini saja di samping tenda kami, masih kosong kok.

Oshyn: iya mas, jagain tempatnya yah aku nyari teman aku dulu.

Oshyn pun memberitahukan kami kabar tersebut. Salah satu diantara mereka ada yang menawarkan kami minuman jahe hangat (sumpah ini enakk bangett) dan yang lainnya membantu Aldi dan Adam untuk memasang tenda. Malam itu benar-benar malam yang paling menyenangkan sepanjang kami di Semeru. Bertemu dengan The Crots merupakan salah satu highlight yang membuat perjalanan kami lebih menyenangkan. Benar-benar penutup yang sangat membahagiakan.

Selain membantu memasangkan tenda, mereka pun menawarkanmi kami makan malam yang rasanya seperti berada di rumah makan saat berada di kota. Di sini lah pertama kalinya saya mencoba nasi jagung dan ini enakkk banget, bukan cuman nasi jagung saja, lauk, sambal dan semua yang mereka buat nggak ada yang ngga enak, semuanya superrr duperr eeenaaakkk. Kalau mau dibandingkan dengan makanan-makanan yang sudah kami buat selama berada di Semeru nggak bisa dibandikan dengan apa yang mereka buat hahahahahahha jauuuhhhhhh hahahahaha. 

Setelah menikmati our fancy dinner, kami pun menikmati malam yang bertabur bintang ditemani dengan api unggun, alunan musik para pendaki dan secangkir Hot Chocolate di Ranu Kumbolo. Sesekali bergumam mengucapkan puji syukur atas kenikmatan yang sudah Allah SWT berikan kepada kami waktu itu. Benar-benar bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk melihat salah satu keindahan alam milikNYA.

Tidak lama kemudian hujan pun mulai turun di Ranu Kumbolo (cuaca di sana waktu benar-benar ngga bisa di tebak). Kami pun masuk ke dalam tenda, tidak lama setelah itu, Uul dan Samsul berhasil menemukan tenda kami, setelah mencari-cari dari sekian banyak tenda yang ada. Beneran nggak pernah terlintas dipikiranku kalau mereka bakal nyari tenda kami. Uul dan Samsul ini dua orang remaja yang tinggal di Ranu Pani, mereka masih berusia 17 tahun waktu itu. Bekerja sebagai porter merupakan pekerjaan sambilan mereka saat libur sekolah. Kami pun menghabiskan malam itu dengan berbincang-bincang dan mendengarkan curhatan Uul yang waktu itu meminta saran soal kisah asmara yang dihadapiny di sekolah hahahah.

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, bakal bisa seakrab ini sama mereka bahkan sampai beberapa tahun kami dari Semeru mereka masih sering mengirim SMS ke kami, hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Bocah-bocah heheh, apa kabar yah mereka sekarang? Hehe.

Pagi terakhir kami di Ranu Kumbolo, di awali dengan kicauan dari “the crots”

Mas C: mbak mbak bangun mbakk, mbak mbak keluar mbak dari tenda, sarapan dulu mbak.

Mas A: mbak keluar mbak, ngapain lama-lama di tenda, sunrisenya cantik loh mbak, masa ke Semeru cuman tinggal di tenda saja.

Hahahah bergitu seterusnya sampai kami benar-benar keluar dari tenda. Dan benar saja, sunrise pagi itu sangattt cantik, Masya Allah. Seperti berada di dunia Teletubhies atau mungkin seperti gambar pemandangan yang dulu sering kita gambar saat masih kecil, dua buah gunung berdampingan dengan matahari terbit diantara gunung tersebut. Pemandangannya 100% mirip dengan gambar tersebut. Bahkan proses saat cahaya matahari sudah mulai terlihat di balik gunung dan kabut membuat pemandangan itu menjadi semakin cantikkk Masya Allah. Magic
foto ini beneran no filter pic dan nggak aku edit.
pose ini terinspirasi dengan film kungfu panda hahaha. Ini lagi nunguin mama Aldi masak spageti buat anak-anaknya haha 
Our last fancy lunch waktu itu, lagi-lagi dimasakin sama the Crots. Kami cuman menyodorkan semua sisa-sisa bahan makanan yang kami punya buat diolah sama mereka hahaha. Tugas kami cuman bantu-bantu cuci piring hehe. Jangan ditanya soal rasa makanan yang mereka buat, asliii lebihh enak dan lebih beragam dari semalam, dan nasi jagung tetap jadi favoritku hahaha. Saat itu pun, kami baru tau kalau dari awal perjalanan, mereka sudah memperhatikan kami. Dari Ranu Pani saat kami makan dan tidur dengan nyenyaknya di kedai bakso tersebut, mereka sudah memperhatikan kami bahkan memotret kami yang lagi tidur hahahah, untuk waktu itu saya pakai masker dan kacamata setidaknya wajahku saat tidur tidak terpampang nyata kwkwkwkkwkw.

akhirnya aldi nongol juga di foto hahah

Baca juga: Break the Limit at Semeru

Mas D: mbak, kami itu sudah merhatiin mbak dari Ranu Pani, mbak-mbak ini aurany beda dari cewek-cewek yang mendaki gunung.

Saya: (aura kasih kapang hahahah)

Mas C: kami sering ngasih kode ke mbak-mbak cuman nggak pernah digubris.

Oshyn: masa sih??? Kok kami ngga nyadar yah?

Mas A: kalau kami perhatiin mbak mbak ini benar-benar asik sama dunia mbak sendiri haha

Oshyn: untung pas nyari tenda, kita bisa ketemu lagi sama kalian hahaha

Cerita itu pun berlanjut sampai ke cerita saat kami gagal muncak. Mas Teguh adalah orang yang paling merasa sedih saat tau kami nggak bisa muncak.

Mas T: wuih sayang banget yah mbak, sudah jauh-jauh dari makassar tapi nggak sampe puncak, padahal kemarin aku juga bantuin dua cewe yang hampir nggak sampe puncak, aku tarik mereka pake tali, soalnya kasian kalau sudah jauh-jauh tapi nggak sampai puncak, coba kemarin kita ketemu pas diatas atau sebelumny pasti kami bantuin. (ucapan-ucapan mas Teguh ini sering banget doi ulang-ulang, bahkan sampai kami berpisah di pasar tumpang malam itu. Pokoknya mas teguh merasa menyesal nggak bisa bantuin kami buat sampai ke puncak ahahha)

Mas A: Lain kali, kalian kalau mau ke Semeru lagi hubungi kami-kami yah, mbak-mbak bawa perlengkapan pribadi aja, untuk tenda, makan dan lain-lain biar kita-kita yang nyiapin.

(Keinginan untuk bisa balik lagi ke Semeru pun jadi makin kuat waktu itu. Walaupun sampai detik ini belum bisa terrealisasikan hahahha)

Kami pun bersiap-siap untuk pulang, jalur yang kami ambil waktu itu lewat gunung ayak-ayak ngikut dengan jalur yang diambil sama the crots ini. Katanya jalur ini lebih cepat dari jalur yang kami ambil saat datang, tapi lebih terjelal. (Walaupun nggak sampai di puncak Mahameru, paling nggak udah pernah sampai di puncak gunung ayak-ayak ahahahhaha *pikirku saat itu)


Perjalanan pulang kami pun jadi lebih ringan soalny carrier kami dibawain sama mereka (ini mereka sendiri loh yang nawarin, aku mah iya iya aja pas ditawarin haahah). Sungguh ku tak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka ini asli baikkk bangettt. Dan Allah baik banget sama kami karena mempertemukan kami sama mereka. Mereka benar-benar bantuan besar yang dikirimkan oleh Allah untuk kami waktu itu.

Perjalanan ke Semeru waktu itu, benar-benar sebuah perjalanan hati. Tiap kali ada sesuatu yang bikin “pegal-pegal” hati kalau dibiarkan numpuk pasti ada saja sesuatu yang bakal saya/kami hadapi, sesuatu yang membuatku selalu berpikir untuk menyerah. Setelah mencoba untuk berdamai dengan keadaan dan diri sendiri, mencoba untuk mengobati hati atau menaklukkan diri sendiri, perjalanan kami waktu itu pun menjadi lebih indah dan menyenangkan. Sebuah perjalanan yang mungkin tidak akan bisa saya lupakan. Perjalanan yang mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan. Salah satunya adalah “Jika kamu ingin mendapatkan atau melihat sesuatu yang mengagumkan maka keluarlah dari zona nyamanmu”.

The end.

xo
TayaTumada 
23.56 No komentar

Pagi itu, Matahari pagi mulai menyapa kami yang masih pengen leyeh-leyehan di dalam tenda. Udara dingin di Ranu Kumbolo membuat kami malas untuk bergerak. Rasanya pengen terus berada di dalam sleeping bag. Aas yang sudah siap lebih dahulu, menyapa dan menanyakan kabar kami. Cerita semalam pun kami ulang lagi untuk mereka (Aas, Aldi dan Lea).

Baca juga: Sebuah Perjalanan Hati di Semeru

Aldi yang baru tahu kondisi kaki Pea langsung berubah jadi Kang Urut pro heheh. Kekhawatiran kalau Pea nggak bakal melanjutkan perjalanan ini pun sirna karenanya. Aldi ini bener-bener multitalent sekali, jadi kang masak jago, kang foto lebih jago lagi, ehh jadi kang urut pun doi jago “mantullll”. Untung aja waktu itu kami ngajak Aldi buat ikutan ke Semeru, kalau nggak ada doi, nggak tau deh gimana jadiny perjalanan kami ini. Pokoknya Aldiii is The Best lahh..

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kalimati (tempat kami nginap selanjutnya, sebelum muncak). Kami pun mulai siap-siap. Sarapan plus makan siang kami waktu itu sungguh ala kadarnya, nasi yang nggak matang menyeluruh dan sosis. Jangan ditanya kenapa, yang masak aja bingung hahah. Segala urusan masak-masak kami serahkan ke mak Aldi dan eonni Oshyn. Saya??? Tugas saya cuman membantu semampunya plus cuci piring hahaha. Melihat kondisi brunch kami yang mungkin agak ngenes menurut orang-orang yang liat secara langsung, membuat tetangga kami prihatin dan menawarkan sisa makanannya yang masih ada. Nggak sampai 5 menit semuanya ludess dan bersih, begitu pun dengan nasi mentah kami hhehhe. Aldi pun bertekad untuk membuat masakannya jadi lebih baik lagi.

Kami pun melanjutkan perjalanan kami. Sebelum sampai di Kalimati, ada beberapa titik yang harus kami lewati, yang pertama adalah Tanjakan Cinta. Yang menurut orang-orang atau berdasarkan buku 5 cm yang saya baca, konon katanya kalau kita melewati tanjakan cinta ini, tanpa berbalik ke belakang dan sambil memikirkan orang yang kita sukai, katanya apa yang kita harapkan bakal terwujudkan. Percaya atau tidak semuanya ada di tangan anda hehe. Saya?? Tentu saja saya tidak percaya, tapi waktu itu saya melewati Tanjakan Cinta sambil memikirkan seseorang yang tidak mungkin saya miliki. Siapa dia? Dia adalah Oppa, Oppa gangnam style hahahahahahhahahaha.
setelah melewati tanjakan cinta

Setelah melewati Tanjakan Cinta, yang kalau diliat dari bawah seperti “mmmm B aja” dannn pas dilalui *fiuhhhhhhh mayan yahhh. Lumayan sangat menguras tenaga ek yang pemula ini hehe. Mungkin ini yang jadi penyebab “takhayul-takhayul” tersebut muncul, biar jadi penyemangat pas nanjak di Tanjakan Cinta. Setelah berhasil menaklukkan Tanjakan Cinta, kami pun disuguhkan dengan pemandangan Padang padang rumput yang sangat indah, tempat ini dinamakan Oro-oro Ombo. Kami cukup beruntung waktu itu, bunga Lavender lagi pada mekar dengan indahnya.



Selanjutnya, kami memasuki hutan cemara yang dinamakan Cemoro Kandang. Setelah melewati Cemoro Kandang, kami pun tiba di Jambangan dengan ketinggian kurang lebih 2600 mdpl. Di jambangan ini tempat biasa edelweis tumbuh, sayangny waktu itu kami kurang beruntung, belum bisa melihat bunga edelweis. Dari sini masih ada sekitar 2 km lagi untuk sampai di Kalimati, tempat kami akan beristirahat sebelum muncak di Mahameru. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan sepasang Pendaki yang membawa anak-anaknya yang masih berusia sekitar 8-9 tahun dan yang satunya balita. Saya yang tadinya sudah mulai lelah, langsung on fire lagi pas liat bocah-bocah yang masih segar bugar itu. “masa na kalahko ini ana-ana taya” pikirku waktu itu.

Setelah berbincang dan berpamitan dengan keluarga tersebut kami pun mulai mempercepat langkah kami, mengingat Matahari sudah ingin berpamitan dan Kalimati pun belum terlihat letaknya.
Waktu itu kami tiba di Kalimati kira-kira pukul 7 atau 8 malam. Dari kejauhan sudah terlihat kerlap kerlip headlamp para pendaki yang sudah mulai mendaki ke Mahameru.

Mas Dik: mbak liat di sana (sambil menunjuk ke arah puncak Mahameru). Itu cahaya lampu yang sudah mulai muncak terlebih dahulu, sepertinya besok bakal lebih ramai lagi. Kita harus istirahat lebih awal mbak biar besok bisa mulai muncak jam 12 malam nanti. blablablabla

Saya cuman bisa menganggukkan kepala dari semua yang Mas Dik katakan, berusaha agar terlihat fokus dengan apa yang dia ucapakan, walau sebenarnya mata saya lebih fokus menatap cahaya lampu-lampu yang dari kejauhan terlihat seperti cahaya bintang yang berjejer ngantri untuk sampai di tujuan mereka.

Setelah makan malam, bersih-bersih, kami pun langsung istirahat. Perasaan saya waktu itu campur aduk, antara nggak sabar pengen cepat-cepat muncak dan takut. “bisa ngga yah? Bakal aman-aman saja kan?? blablablabla” pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai memenuhi kepala saya dan berusaha saya tepis dengan mengingat kembali tujuan utama kami Semeru dan segala usaha dan perjuangan yang sudah kami lalui untuk bisa sampai ke sini. Ada satu hal yang saya ingat dan menjadi penguat saya malam itu bahwa “apa yang kamu pikirkan, itu yang akan Allah berikan. Jadi cobalah untuk selalu berprasangka baik dengan Allah”. Saya pun mengganti kalimat negatif tersebut dengan kalimat positif. “pasti bisa lah taya, mahameru tinggal dikit lagi bisa kamu gapai, salto 5 kali sudah sampai kok (heheh) dan Insya Allah semuany bakal aman”. Kalimat-kalimat ini terus terulang sampai saya berhasil terlelap malam itu.

Pukul 12.30, Mas Dik pun membangunkan kami, telat setengah jam dari yang dijadwalkan. Saya, Aas, Lea, ,Oshyn, dan mbak Asma  pun mulai bersiap-siap. Waktu itu semua tas kami simpan ditenda, cuman mas dik dan temannya saja yang membawa ransel kecil untuk kebutuhan kami selama perjalanan ke Mahameru. Aldi memutuskan untuk tidak ikut muncak dan tinggal di tenda menjaga Pea yang masih cedera waktu itu. Sebelum berangkat, kami berdoa bersama dan mulai melangkahkan kami menuju Mahameru.

Suara angin semriwing dan jangkrik jadi ost perjalanan kami waktu itu. Kami pun  jadi lebih diam dan fokus saat memasuki wilayah Arcopodo, sesekali berbalik ke belakang untuk menanyakan kondisi yang ada ada di bekalang kami. Medan perjalanan kala itu lebih sulit dari perjalanan-perjalanan kami sebelumnya. Lebih menanjak, curam, berdebu, dan kondisinya tanah tidak stabil dan mudah longsor, jadi kami harus ekstra hati-hati, salah jalan sudah bhay, bisa-bisa jatuh ke jurang, dan hal ini hampir dialami oleh oshyn yang hampir jatuh ke jurang karena terpleset, untuknya dengan singap kami langsung menahannya. Dengan cahaya seadanya saya langsung menyenter ke arah tempat oshyn jatuh, dan syok ternyata dekat situ ada lubang yang langsung ke jurang *fiuhh.

Dari kejauhan jejeran cahaya lampu itu semakin ramai, rumor yang mengatakan bahwa lagi ada kemacetan lalu lintas di Mahameru pun sudah sampai di telinga kami. Setiap pendaki yang melewati kami pasti selalu berkata “di atas macet mbak, nggak bisa gerak”. Pendaki-pendaki tersebut adalah beberapa dari banyak pendaki yang menyerah untuk sampai ke Mahameru. Mereka menyerah karena jika tidak bergerak udara dingin jadi lebih terasa dingin. Hipotermia menjadi ancaman yang menakutkan dan mereka pun memutuskan untuk balik ke tenda mereka.

Kami tetap melanjutkan perjalanan, walau sebenarnya kami sudah mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan ini. Di tengah perjalanan, terlihat kumpulan porter yang sedang menghangatkan diri di api unggun yang mereka buat. Mas Dik pun memutuskan untuk istirahat sejenak dan berujung pada gagalnya kami untuk sampai ke Puncak Mahameru.

Sambil menghangatkan diri, Mas Dik mulai bertanya dengan porter-porter tersebut tentang kondisi di bukit pasir menuju Mahameru. Para porter itu menyarankan kami untuk tidak melanjutkan perjalanan kami karena macet yang konon katanya baru terjadi di Gunung Semeru. Semua karena banyaknya pendaki yang berkunjung ke Semeru waktu itu setelah berbulan-bulan ditutup.

Kami pun, saling bertatapan dan sudah bisa membaca apa yang ada di pikiran kami masing-masing, yaitu tidak melanjutkan perjalanan ini. Keinginan untuk bisa sampai ke puncak Mahameru pupus sudah. Sedih, itu sudah pasti, sudah jauh-jauh datang tapi nggak bisa sampai ke Mahameru rasanya….. “ahhh sudah lah belum rejeky" (berusaha untuk mehibur diri).

Mencoba untuk tidak membiarkan perasaan sedih itu menghancurkan perjalanan kami. Saat Matahari sudah mulai muncul, kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sampai ke batas wilayah vegetasi dan bukit pasir untuk bisa lebih dekat lagi dari puncak Mahameru. Jika tidak bisa sampai ke puncak setidaknya bisa melihat lebih dekat lagi puncak yang tidak bisa kami gapai itu. kami (saya, Aas, Lea, Oshyn dan mba Asma) pun memutuskan melanjutkan perjalanan kami tanpa di temani mas Dik yang lagi tertidur lelap. Teman mas Dik pun ikut dengan kami, saat kami singgah untuk beristirahat mas B ijin untuk berangkat lebih dulu.

Mas B: mbak aku diluan yah, kali aja masih keburu. Bisa sampai.

Saya: iya mas diluan aja, nggak papa, nggak usah ikutin kami.

Di perjalanan ini lah, kami bertemu dan kenalan dengan 2 porter remaja, Uul dan Samsul. Melihat mereka dengan lincahnya bisa bolah balik di sekitaran arcopodo membuat kami iri.

Aas: eh kalian yang tadi kan yang ada di api unggun? Kalian sudah sampai puncak yah?

Uul: sudah mbak 2 kali

Saya: seriusan?? Masa sih..

Samsul: iya mbak dekat kok.. (sambil memasang senyum malu-malunya) diluan yah mbak.

Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka sambil kejar-kejaran satu sama lain
“Wadduh nih bocah keknya belajar jalan di gunung deh hahah” pikirku.

Untungnya kami masih bisa menikmati pemadangan negeri di atas awan dari pinggir tebing Arcopodo. Yang mungkin akan lebih cantik lagi jika di lihat dari puncak *fiuhhh.
Setelah sampai di batas wilayah vegetasi. Sambil menatap puncak yang sudaahh jauh lebih dekat di mata, sayapun bergumam dalam hati “kami ngutang dulu yahh nanti kalau ada rejeky, Insya Allah bisa ketemu kamu lagi”. Dan saya yakin, Aas, Lea dan Oshyn pun pasti memiliki percakapan dalam hati yang sama dengan saya waktu itu hehehe.
di antara batas vegetasi dan bukit pasir

Setelah menikmati pemandangan di sekitar, kami pun balik ke tenda.

Ost kami waktu itu adalah lagu India. Di sepanjang jalan Arcopodo, kami bertingkah seolah-olah lagi syuting MV India sambil menyanyikan ost Kuch-Kuch Hotahai dan beberapa film India lawas. Cuman bermodalkan pohon-pohon yang ada dengan pedenya kami berjoget dan bernyanyi dengan suara sumbang hahahhaha. Beberapa rombongan pendaki yang melewati kami pasti berkata “wahh mbak mbak ini semangat skali yahh (sambil menertawakan tingkah kami yang mungkin sedikt seperti orang gila hahahah). Nyanyi-nyayi nggak jelas tersebut menjadi salah satu cara untuk menghibur diri kami waktu itu hahahahhaha.

Bersambung

xoxo
tayatumada
23.49 No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me






A 33 years old girl who loves Family, Friendship, and Traveling enthusiast


Follow me

Instagram

Viewers

Labels

about myself Experience Family Fashion film giveaway Hijab Holiday LIFE Mendaki Gunung MHA MRS notes to ourselves Quotes Romusa sahabat Semeru skripsi surveyor Travel mates travelling φίλος

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  Juli (2)
  • ▼  2019 (6)
    • ▼  November (2)
      • Beautiful Ending at Semeru Mountain
      • A Colourful Journey at Semeru Mountain
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (9)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
  • ►  2013 (11)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2012 (100)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (15)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (11)
    • ►  Juni (9)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (17)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2011 (66)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (28)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (15)

Followers

Created with by ThemeXpose